NUR MUHAMMAD
Untuk
mengenal Tuhan seseorang harus terlebih dahulu mengenal dirinya.
Maksudnya, untuk sampai kepada pengenalan terhadap Tuhan, haruslah
terlebih dahulu dipahami dua hal. Pertama,ia harus terlebih dahulu
mengenal asal mula akan kejadian dirinya sendiri, dari mana, di mana dan
bagaimana ia dijadikan? Kedua, ia harus terlebih dahulu mengetahui apa
sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah SWT. Kedua perkara di atas
menjadi prasyarat kesempurnaan bagi para salik dalam mengenal Allah.
Kita paham, yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah Nur Muhammad SAW
yang kemudiannya dari Nur Muhammad inilah Allah jadikan roh dan jasad
alam semesta. Bermula dari Nur Muhammad inilah maka semua roh termasuk
roh manusia diciptakan Allah sedangkan jasad manusia diciptakan mengikut
jasad Nabi Adam as.
Karena itu, Nabi Muhammad Saw adalah ‘nenek
moyang roh’ sedangkan Nabi Adam as adalah ‘nenek moyang jasad’. Hakikat
dari penciptaan Adam as sendiri adalah berasal dari tanah, tanah berasal
dari air, air berasal dari angin, angin berasal dari api, dan api itu
sendiri berasal dari Nur Muhammad. Sehingga pada prinsipnya roh manusia
diciptakan berasal dari Nur Muhammad dan jasad atau tubuh manusia pun
hakikatnya berasal dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian ‘cahaya di atas
cahaya’ (QS. An-Nuur 35), di mana roh yang mengandung Nur Muhammad
ditiupkan kepada jasad yang juga mengandung Nur Muhammad.
Bertemu
dan meleburlah roh dan jasad yang berisikan Nur Muhammad ke dalam
hakikat Nur Muhammad yang sebenarnya. Tersebab bersumber pada satu wujud
dan nama yang sama, maka roh dan jasad tersebut haruslah disatukan
dengan mesra menuju kepada pengenalan Yang Maha Mutlak, Zat Wajibul
Wujud yang memberi cahaya kepada langit dan bumi, dan yang semula
menciptakan, sebagaimana mesranya hubungan antara air dan tumbuhan, di
mana ada air di situ ada tumbuhan, dan dengan airlah segala makhluk
dihidupkan (QS. Al-Anbiya 30).
Pengenalan terhadap hakikat Nur
Muhammad inilah maqam atau stasiun yang terakhir dari pencarian akan
makrifah kepada Allah, Martabat Nur Muhammad inilah martabat yang paling
tinggi, dan pengenalan akan Nur Muhammad inilah yang menjadikan ilmu
menjadi sempurna.
Nur Muhammad mempunyai dua bentuk, yakni Nabi
Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam
“tidaklah engkau diutus wahai (Muhammad Rasulullah Saw) melainkan menjadi
rahmat bagi seluruh alam” dan yang berbentuk Nur.
Nur Muhammad
adalah cahaya semula yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain
bahkan berlanjut kepada para imam maupun wali; cahaya melindungi mereka
dari perbuatan dosa (maksum); dan mengaruniai mereka dengan pengetahuan
tentang rahasia-rahasia Illahi. Allah telah menciptakan Nur Muhammad
jauh sebelum diciptakan Adam as. Lalu, Allah menunjukkan kepada para
malaikat dan makhluk lainnya, bahwa: “Inilah makhluk Allah yang paling
mulia”. Oleh itu, harus dibedakan antara konsep Nur (Muhammad)sebagai
manusia biasa (seorang Nabi) dan Nur Muhammad secara dimensi spiritual
yang tidak dapat digambarkan dalam dimensi fisik dan realitas.
Nur
Muhammad sebagai prinsip aktif di dalam semua pewahyuan dan inspirasi.
Melalui Nur ini pengetahuan yang kudus itu diturunkan kepada semua nabi,
tetapi hanya kepada Ruh Muhammad saja diberikan universal. Nur Muhammad
memiliki banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh
apabila dikaitkan dengan ketinggiannya. Tidak ada kekuasaan makhluk yang
melebihinya, semuanya tunduk mengitarinya, karena ia kutub dari segenap
ruh. Ia disebut al-Haqq al Makhluq bih, (al-Haqq sebagai alat pencipta),
hanya Allah yang tahu hakikatnya secara pasti.
Dia disebut al-Qalam
al-A’la (pena tertinggi)dan al-Aql al-Awal (akal pertama) karena wadah
pengetahuan Tuhan terhadap alam maujud, dan Tuhanlah yang menuangkan
sebagian pengetahuannya kepada makhluk. Adapun disebut al-Ruh al-Ilahi
(ruh ketuhanan) karena ada kaitannya dengan ruh al-Quds (ruh Tuhan),
al-Amin (ruh yang jujur) adalah karena ia adalah perbendaharaan ilmu
tuhan dan dapat dipercayai-Nya. Oleh itu, tajalli al-Haq yang paling
sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak
sebelum alam ini ada, ia bersifat qadim lagi azali. Nur Muhammad itu
berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai
bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa hingga dalam bentuk
nabi penutup (khatamun nabiyyin), Muhammad Saw.
Dalam teori martabat
tujuh dipahami bahwa dunia manusia merupakan dunia perubahan dan
pergantian, tidak ada sesuatu yang tetap di dalamnya. Segalanya akan
selalu berubah, memudar, dan setelah itu akan mati. Oleh karena itulah,
manusia ingin berusaha mengungkap hakikat dirinya agar dapat hidup kekal
seperti Yang Menciptakannya. Untuk mengungkap hakikat dirinya, manusia
memerlukan seperangkat pengetahuan batin yang hanya dapat dilihat dengan
mata hati yang ada dalam sanubarinya.
Seperangkat pengetahuan yang
dimaksud adalah ilmu ma‘rifatullah. Ilmu ma’rifatullah merupakan suatu
pengetahuan yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk mengenal dan
mengetahui Allah.
Ilmu ma‘rifatullah dipilah menjadi dua macam,
yaitu ilmu makrifat transeden dan ilmu makrifat imanen. Tuhan menyatakan
diri-Nya dalam Tujuh Martabat, yaitu martabat pertama disebut martabat
tidak nyata dan martabat kedua sampai dengan martabat ketujuh disebut
martabat martabat nyata, terinderawi. Yakni, martabat Ahadiyyah
(ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat Wahdahiyyah (ke-’esa’-an Zat yang
Esa); martabat Wahidiyyah (ke-’ada’-an asma yang meliputi hakikat
realitas keesaan); Keempat, martabat Alam Arwah; martabat Alam Mitsal;
martabat Alam Ajsam (alam benda); dan martabat Alam Insan.
Ketujuh
proses perwujudan di atas, keberadaannya terjadi bukan melalui
penciptaan, tetapi melalui emanasi (pancaran). Untuk itulah, antara
martabat transenden atau martabat tidak nyata dengan martabat imanen
atau martabat nyata secara lahiriah keduanya berbeda, tetapi pada
hakikatnya keduanya sama.
Seorang Salik yang telah mengetahui kedua
ilmu ma‘rifatullah, ia akan sampai pada tataran tertinggi, yaitu tataran
rasa bersatunya manusia dengan Tuhan atau dikenal dengan sebutan
Wahdatul-Wujûd. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan air laut dan
ombak. Air laut dan ombak secara lahiriah merupakan dua hal yang
berbeda, tetapi pada hakikatnya ombak itu berasal dari air laut sehingga
keduanya merupakansatu kesatuan yang tidak dapat terpisah.
Maqam
Nur Muhammad adalah maqam paling tinggi dari pencarian dan pendakian
sufi menuju makrifah kepada Allah, tiada lagi maqam atau stasiun paling
tinggi sesudah ini. Kesimpulannya, berbahagialah orang-orang yang dapat
menyandingkan penyatuan sumber asal mula penciptaannya dalam satu
harmoni, yakni Nur Muhammad, sebab ia berada pada satu kedudukan yang
tinggi dan terbukanya segala hijab yang membatasinya.
Allah telah
menciptakan Nur Muhammad dan Nur itu telah diwarisi melalui generasi
nabi-nabi hingga ia sampai kepada Abdullah bin Abdul Muthalib dan turun
kepada Nabi Muhammad Saw. “sesungguhnya yang mula-mula dijadikan oleh
Allah adalah cahaya-ku (Nur Muhammad)”.
Sesungguhnya Allah
menciptakan sebelum sesuatu, Nur Nabi-mu daripada Nur-Nya’. Maka jadilah
Nur tersebut berkeliling dengan Qudrat-Nya sekira-kira yang dihendaki
Allah. Padahal tiada pada waktu itu lagi sesuatu pun; tidak ada lauh
mahfuzh, qalam, sorga, neraka, Malaikat, langit, bumi, matahari, bulan,
jin dan manusia; tiada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.
Dari nur inilah kemudian diciptakan-Nya qalam, lauh mahfuzh dan Arsy.
Allah kemudian memerintahkan qalam untuk menulis, dan qalam bertanya,
“Ya Allah, apa yang harus saya tulis?” Allah berfirman: “Tulislah La
ilaha illallah Muhammad Rasulullah.” Atas perintah itu qalam berseru:
“Oh, betapa sebuah nama yang indah dan agung Muhammad itu, bahwa
dia disebut bersama Asma-Mu yang Suci, ya Allah.” Allah kemudian berkata,
“Wahai qalam, jagalah kelakuanmu ! Nama ini adalah nama kekasih-Ku,
dari Nur-nya Aku menciptakan arsy, qalam dan lauh mahfuzh; kamu, juga
diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan
menciptakan apa pun.”
Ketika Allah telah mengatakan kalimat
tersebut, qalam itu terbelah dua karena takutnya akan Allah dan tempat
dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup, sehingga sampai
dengan hari ini ujung nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia
tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung. Maka,
jangan seorangpun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau
menjadi lalai dalam mengikuti contohnya (Nabi) yang cemerlang, atau
membangkang dan meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada
kita.
~smoga bermanfaat~
No comments:
Post a Comment